
Produksi kopi di Indonesia tidak terlepas dari berbagai peristiwa sejarah yang ada di Indonesia terutama saat masa penjajahan. Pada mulanya penanaman kopi dilakukan oleh Belanda untuk memenuhi kebutuhan kopi di berbagai negara Eropa. Para petani kopi pada masa itu dipaksa untuk mematuhi kontrak perjanjian dengan Belanda yang berisi pernyataan kesanggupan untuk tidak mencicipi kopi yang mereka tanam. Jenis kopi yang ditanam secara besar-besaran pada saat itu adalah kopi arabika, namum perjalanan kopi tersebut tidak berlangsung lama karena rentan terhadap wabah penyakit dan hama sehingga pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk mengganti dengan tanaman kopi jenis robusta yang lebih tahan terhadap wabah penyakit dan hama.
Munculnya kopi luwak
Kehadiran kopi luwak berawal dari para penduduk yang saat itu menemukan serpihan biji kopi pada kotoran luwak (sejenis musang). Serpihan kopi yang terdapat pada kotoran luwak tersebut merupakan hasil metabolisme luwak yang memakan ceri kopi, karena tidak bisa tercerna dengan sempurna maka serpihan biji kopi tersebut keluar dari tubuh luwak bersama dengan feses. Melihat peristiwa tersebut penduduk yang pada masa itu dilarang untuk mencicipi kopi, memanfaatkan serpihan biji kopi yang mereka temukan pada kotoran luwak dan kemudian menghaluskannya dan menyeduhnya menjadi secangkir kopi. Aroma khas yang muncul dari kopi tersebut membuat penduduk terpukau dan memutuskan untuk mengumpulkan biji kopi yang terdapat pada kotoran luwak, sehingga mereka tetap bisa merasakan minum kopi tanpa harus terkena sangsi dari pemerintah kolonial Belanda.
Menimbulkan perdebatan
Adanya kopi luwak dengan cita rasa khas memicu munculnya berbagai perdebatan. Dilihat dari sudut pandang bisnis, kopi luwak merupakan produk kopi yang cukup menguntungkan, sayangnya bisnis kopi luwak ini terbilang tidak mudah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bisnis luwak ini adalah terkait dengan cara pemereolehan kopi, apakah dari luwak liar atau dari luwak ternak. Apabila dari luwak liar maka perlu mengeluarkan energi ekstra untuk mengumpulkan kotoran luwak liar yang ada di sekitar perkebunan kopi, sedangkan bila biji kopi deiperoleh dari luwak ternak maka harus menghitung biaya operasional secara matang. Perhitungan biaya berdasar pada pengelolaan ternak luwak untuk menghasilkan kopi luwak. Peternakan luwak memerlukan berbagai biaya operasional seperti pemeliharaan luwak, perawatan kesehatan luwak, dan sebagainya.
Kopi luwak dianggap sebagai produk yang merusak citra kopi secara umum sebab terjadi perubahan rasa kopi karena proses pencernaan luwak. Buah ceri kopi yang dimakan luwak akan mengalami proses penguraian oleh enzim yang terdapat dalam tubuh luwak sehingga setelah keluar bersama feses cita rasanya akan berubah. Kopi yang dihasilkan oleh luwak liar dan luwak ternak juga berbeda karena luwak liar bisa memilih buah ceri kopi yang akan mereka makan, sedangkan luwak ternak hanya bisa memakan buah ceri kopi yang sudah disediakan oleh para peternak oleh karena itu akan terjadi kualitas rasa yang berbeda.
Dari segi kesehatan, hewan yang terbiasa hidup di alam bebas kemudian ditangkarkan (dikurung) dan diternak akan membuat mereka stress dan tertekan. Dalam hal ini, luwak yang stress dan merasa tertekan akan membuat kualitas kopi yang dihasilkan menurun. Bahkan, ditemukan beberapa kasus yang menunjukkan bahwa luwak yang dijadikan sebagai “penghasil kopi luwak” ditaruh dalam tempat yang kurang layak seperti kandang yang terlalu sempit. Kandang luwak yang didesain dengan besi terkesan menyakiti luwak karena gesekan kulit mereka dengan besi membuat lecet. Tak jarang pula, luwak menjadi tontonan bagi para turis yang penasaran dengan proses pembuatan kopi luwak.
Kasus kekurangan gizi juga sering dialami oleh luwak karena mereka hanya diberi makan ceri kopi untuk menghasilkan serpihan kopi dari feses mereka. Namun, hal yang sering dilakukan oleh para produsen kopi luwak tersebut dianggap sebagai bentuk eksploitasi terhadap binatang dan hanya menguntungkan pihak manusia.
Meskipun kopi luwak memiliki cita rasa yang khas dan nikmat tetapi apabila melihat eksploitasi luwak yang demikian apakah sebanding dengan kekayaan yang diperoleh oleh produsen kopi luwak? Untuk itu diharapkan kepada para produsen kopi luwak untuk memperhatikan pula kondisi kesehatan luwak baik dari tempat tinggal maupun asupan gizi, agar tercipta simbiosis mutalisme yang seimbang.
Sumber:
https://theexoticbean.com/blog/coffee-types/history-kopi-luwak-coffee-from-civets/
https://www.nationalgeographic.com/animals/article/160429-kopi-luwak-captive-civet-coffee-Indonesia
https://wetheorigin.com/coffee-culture/kopi-luwak-the-cat-poop-coffee/
https://serviamo.id/coffee/history-and-culture-of-coffee-in-indonesia/