
REMBANG- Sudah 11 hari sejak harga baru Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi ditetapkan oleh Pemerintah. Harga baru yang ditetapkan oleh pemerintah naik dari harga sebelumnya sebagai dampak dari pengurangan anggaran subsidi BBM. Menurut Pemerintah, anggaran subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran. Pasalnya pemerintah menilai subsidi BBM masih banyak digunakan oleh orang mampu.
Lebih lanjut, Pak jokowi menjelaskan bahwa anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat menjadi Rp 502,4 Triliun. Artinya beban subsidi BBM dinilai oleh pemerintah sudah terlalu besar dan membebani APBN. Dalam kesempatan itu juga, Pak Jokowi menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM subsidi adalah pilihan terakhir yang harus dilakukan dalam keadaan yang sulit ini.
Protes Pengurangan Subsidi BBM
Respon masyarakat beragam terhasap harga baru ini, namun sebagian besar mempertanyakan keputusan pemerintah. Sebagian masyarakat menilai keputusan untuk menaikkan harga bbm subsidi saat harga minyak dunia turun adalah sesuatu yang berada di luar nalar. Terlebih lagi pasca terjadi kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000,masih terdapat penyedia BBM swasta yang menjual harga BBM dibawah harga Pertalite. Meskipun harga ini hanya telah diperbarui sesuai dengan aturan yang tidak memperbolehkan perusahaan swasta menjual BBM dengan harga yang lebih rendah dari Pertamina.
Setelah ramai diperbincangkan oleh media mainstream dan di media sosial, muncul gelombang aksi yang memprotes kenaikan harga BBM. Mulai dari mahasiswa dan juga supir ojek online memprotes kebijakan pemerintah ini. Mereka menilai bahwa kenaikan BBM saat ini akan memukul daya beli masyarakat yang saat ini sedang dalam masa pemulihan setelah 2 tahun dihajar pandemi. Apalagi dengan adanya kenaikan BBM akan mendongkrak harga kebutuhan pokok di segala sektor. Mahasiswa yang memprotes juga menyoroti besaran Upah Minimum yang diterima oleh buruh tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM.
Sisi Lain Pengurangan Subsidi BBM
Namun dibalik semua protes dan penolakan tersebut, terdapat sisi positif dari kenaikan harga BBM jika memang benar anggaran Subsidi dialihkan untuk kegiatan yang lebih produktif. Kenaikan BBM bisa jadi menjadi jalan masuk bagi perbaikan dalam segi penataan dan pembangunan negara.
Mari kita analisis bersama, ketika harga BBM naik tentu akan ada banyak orang yang beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Semakin banyak orang yang menggunakan kendaraan umum tentu akan mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalanan. Berkurangnya kendaraan, pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk menambah lebar jalan. Selain itu, berkurangnya kendaraan pribadi membuat konsumsi BBM lebih rendah, secara otomatis bagi negara yang memiliki kilang minyak justru dapat mengekspor ke negara lain. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan mengurangi subsidi BBM tentu akan mengurangi beban Negara dan bahkan mampu menghasilkan devisa.
Hal ini sungguh berbeda dengan negara yang melakukan subsidi besar besaran. Kita sudah ketahui bahwa Venezuela adalah salah satu contoh akibat kesalahan dalam mengelola subsidi bagi masyarakat. Venezuela tak siap dengan perubahan ekonomi dunia yang mengakibatkan negara tersebut jatuh dalam resesi.
Meskipun mengurangi subsidi juga ada potensi positifnya, namun juga perlu diawali pondasi yang baik agar tidak memukul telak perekonomian masyarakat kecil. Mungkin dapat dilakukan secara bertahap untuk mengalihkan konsumsi BBM terhadap sumber energi lain yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Atau mempersiapkan layanan transportasi umum yang baik dan juga menjaga kestabilan harga pokok agar tidak terjadi lonjakan harga yang signifikan seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian besar masyarakat. Pada intinya setiap perubahan baru tentu akan ada penolakan, namun pemerintah juga perlu untuk menemukan penyelesaian yang menguntungkan masyarakat.