
Di era sekarang banyak yang berubah di masyarakat tapi tidak soal tanah dan investasi tanah. Sejak dahulu hingga sekarang semua orang tak pernah berhenti untuk berusaha mendapatkan hak untuk memiliki sebidang tanah. Entah sekadar untuk membangun tempat berteduh bagi keluarga kecilnya atau menyiapkan rencana besar bagi keberlangsungan usahanya.
Terlebih lagi belakangan ini marak kerugian akibat penipuan di investasi yang katanya modern dan kekinian. Sebut saja kasus penipuan affiliator perusahaan trading binary option yang ditaksir merugikan banyak pemainnya. Atau kasus kerugian akibat investasi yang menjanjikan persen keuntungan tinggi tapi ternyata money game. Berbagai kasus ini mungkin menjadi pertimbangan bagi para pemilik modal untuk menginvestasikan uangnya ke jalur yang aman. Salah satunya yaitu investasi tanah.
Tanah Sebagai Pilihan Investasi
Seperti banyak diketahui, tanah adalah sesuatu yang tidak dapat diproduksi sehingga jumlahnya semakin hari semakin sedikit. Sementara itu hampir semua orang sepakat bahwa kepemilikan tanah adalah salah satu prioritas dan kebutuhan hidup yang harus dimiliki. Setidaknya tanah ini nanti dibangun rumah tinggal yang nyaman bagi keluarganya.
Nah, dari penjelasan ini saja sudah bisa ditarik kesimpulan yaitu investasi tanah hampir dipastikan tidak akan mengalami kerugian, justru nilai nya akan naik selama orang-orang masih membutuhkan tanah untuk rumah tinggalnya.
Kelompok Penguasa Tanah
Sebuah informasi yang sempat beredar di media sosial menyebutkan bahwa saat ini yang banyak menguasai tanah adalah sekelompok orang dari generasi boomer dan generasi X. Jika dilihat lebih saksama nampaknya informasi ini cukup logis melihat beberapa pengusaha yang sukses berada pada generasi tersebut.
Kelebihan finansial dan cara pandang yang masih tradisional membuat sebagian besar dari mereka memilih untuk menggandakan uangnya melalui investasi tanah yang terjamin keuntungannya.
Satu hal lagi yang bisa jadi sebagai pendorong investasi tanah bagi generasi boomer dan X adalah kekhawatiran mereka jika anak keturunannya tidak mampu hidup layak. Sebagai langkah antisipasi, kelompok berduit ini akhirnya berusaha untuk mengamankan kesejahteraan bagi keturunannya yang bahkan belum lahir di dunia.
Dampak Investasi tanah yang berlebihan
Investasi yang kebablasan oleh sebagian orang ini pada akhirnya memberikan dampak bagi orang lain. Mungkin mereka berusaha untuk menjamin masa depan anak cucunya tapi mereka lupa bahwa ada keluarga lain yang bahkan tidak mampu membuat sebuah gubuk sebagai tempat bernaung bagi keluarganya.
Fenomena ini banyak ditemui di Kota yang saat ini sedang berkembang. Misalnya Jogja, mayoritas masyarakat Jogja saat ini berpenghasilan rata-rata sebesar Rp 1.840.915,53 jika menilik pada UMP-nya. Sementara itu harga tanah tertinggi sejauh ini berada pada rentang harga 27 juta/meter yang berada di kompleks Ambarukmo. Artinya terdapat jarak yang cukup lebar antara si kaya dan si pekerja rata-rata ini. Secara sederhana dapat dibayangkan bahwa kelas pekerja rata-rata di Jogja akan sangat susah untuk mendapatkan akses tanah maupun rumah di kawasan pusat Kota.
Ada sebuah guyonan dari warganet Jogja yang cukup mengena
Jangankan berpikir investasi atau rencana membeli rumah, milenial Jogja sehari-hari sudah sibuk untuk memikirkan menu makanan esok hari.
Bisa jadi, bertahun-tahun mendatang orang Jogja asli malah terusir dari tanah leluhurnya sendiri dan memilih tinggal di kawasan penyangga Jogja seperti Klaten atau Magelang. Sementara banyak tanah di Jogja justru dimiliki oleh para investor tanah dari kota dengan penghasilan tinggi yang mengidamkan masa pensiun indah di Jogja.
Padahal bukankah negara menjamin bahwa setiap orang berhak atas tempat tinggal yang layak? Apalagi jika itu tanah leluhurnya sendiri. Atau memang sekarang ini tanah sudah tidak menjadi hak asasi melainkan sekadar investasi?
Bagaimana pendapatmu?