OpiniTerkini

Jabatan Kades 9 Tahun Perlu Ditolak

Rembang, Kalasela.id – Satu Minggu terakhir pembicaraan soal perpanjangan jabatan Kepala Desa (Kades) semakin kencang di media massa. Bermula dari demo para Kades di Gedung DPR RI, Jakarta pada Selasa (17/01/2023), semua media mulai membahas dari sudut pandang parpol hingga para ahli. Namun, perpanjangan jabatan Kades 9 tahun perlu ditolak dengan tegas.

Sebenarnya Selasa (23/01/2023) lalu, Pak Jokowi telah menegaskan bahwa jabatan Kepala Desa masih berpegang pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 yang di dalamnya mengatur masa jabatan Kepala Desa selama 6 tahun dan tiga periode. Meski begitu, tuntutan dan isu perpanjangan masa jabatan Kades 9 tahun tetap menjadi pembicaraan banyak pihak.

Dilansir dari situs nu.or.id, salah seorang Kepala Desa menyebut alasan menuntut perpanjangan jabatan adalah untuk memberikan jarak kontestasi sehingga dampak konflik pasca pilkades dapat diminimalkan.

Kades yang lain juga memiliki argumen serupa bahwa dengan masa jabatan 6 tahun saat ini, waktu efektif untuk membangun desa hanya dua tahun dalam satu periode jabatan. Menurutnya konflik yang timbul pasca pilkades jauh lebih lama penyelesaiannya sehingga mengganggu kerja dan program pembangunan desa.

Masa Jabatan 6 Tahun Sudah Cukup

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Dr Johanes Tuba Helan menyebutkan bahwa argumen perpanjangan masa jabatan yang saat ini muncul belum cukup kuat untuk dijadikan dasar merevisi UU Desa. Ia juga mengatakan bahwa masa jabatan 6 tahun adalah waktu yang cukup bagi Kepala Desa untuk membangun wilayahnya. Justru ketika masa jabatan bertambah, berpotensi untuk meningkatkan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Pendapat di atas juga sejalan dengan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Dr Mastur. Menurutnya dengan masa jabatan saat ini membuka peluang bagi warga untuk mengevaluasi kinerja Kepala Desa. Jika dalam enam tahun kepemimpinan, Kepala Desa berkinerja buruk maka warga memiliki pilihan untuk mendapatkan Kades yang baru. Namun, jika selama enam tahun pertama Kades menunjukkan kinerja yang baik maka dapat lanjut untuk periode selanjutnya sampai periode ketiga.

Korupsi dan Konflik Justru akan Meningkat

Para ahli hukum melihat potensi penyelewengan dana akan terjadi jika jabatan Kades benar-benar menjadi 9 tahun. Oleh karena itu, perlu adanya  pembatasan masa jabatan agar tidak ada kekuasaan yang tak terbatas.

Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2012-2021, ada lebih dari 600 kasus korupsi yang melibatkan aparatur desa dan sedikitnya 686 merupakan Kepala Desa.

Melihat fakta di atas sepertinya sudah jelas bahwa penambahan masa jabatan sangat mungkin untuk memperparah praktik korup oknum pejabat di lingkungan desa. Apalagi dengan anggaran dana desa yang terus mengalami peningkatan, jabatan Kepala Desa menjadi sasaran empuk bagi para oknum tersebut.

Bukan tidak mungkin pula perpanjangan jabatan ini tidak meredam konflik tapi justru mempertajam konflik yang terjadi pasca pilkades. Hal ini terjadi karena semua calon akan menempuh segala cara untuk mendapatkan kuasa penuh terhadap dana desa yang melimpah.

Mereka yang kuat secara pengaruh dan finansial akan menjadi “raja kecil” di desa mereka dan mungkin akan meninggalkan dinasti untuk keluarganya. Saat ini saja sudah banyak praktik dinasti apalagi ketika nanti perpanjangan jabatan benar-benar terjadi.

Bukan tidak mungkin jabatan Kepala Desa bak warisan keluarga yang dapat beralih ke suami atau istri, anak, menantu, hingga cucu.  Jika hal tersebut sampai terjadi berarti desa bukan lagi menjadi garda terdepan pembangunan nasional melainkan hanya alat untuk memperkaya individu-individu tersebut. Oleh karena, itu perpanjangan jabatan kades 9 tahun perlu ditolak dengan tegas.

Yah, sekeras dan sebanyak apa pun alasan untuk menolak perpanjangan masa jabatan Kades, sepertinya akan jadi hal yang sia-sia. Pasalnya hingga saat ini belum ada satu pun partai yang menolak dengan tegas terkait perpanjangan masa jabatan Kades. Bahkan sekelas partai oposisi juga lembek di hadapan para Kades ini. Mungkin mereka sedang berkompromi agar tak kehilangan suara dalam pemilu 2024 nanti.